Mahasiswa KKN STAIN SAR Gelar FGD Strategi Digitalisasi dan Pemasaran Produk Lokal, Dorong UMKM Lebih Adaptif di Era Ekonomi Kreatif

Bintan, 27 Juli 2025 — Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau, Kelompok 18 Teluk Sebong, melaksanakan program kerja perdana berupa Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Strategi Digitalisasi dan Pemasaran Produk Lokal di Era Ekonomi Kreatif”. Kegiatan ini berlangsung di TPQ Al-Barokah pada Minggu pagi dan menjadi langkah awal KKN dalam mendukung penguatan kapasitas pelaku UMKM lokal melalui diskusi bersama lintas pelaku usaha.
Acara secara resmi dibuka oleh Kepala Desa Teluk Sebong Pereh yang dalam hal ini diwakili oleh RW 05, Bapak Kadir. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan rasa bangga terhadap inisiatif mahasiswa KKN yang mampu menginisiasi kegiatan yang menyentuh langsung pelaku usaha kecil di desa. “Saya bangga kepada adik-adik mahasiswa karena telah membuat acara seperti ini untuk mendukung UMKM kecil. Kegiatan seperti ini sangat penting agar usaha-usaha warga kita bisa dikenal lebih luas oleh banyak kalangan,” ujar Pak Kadir.
FGD ini diikuti oleh 12 peserta dari berbagai latar belakang usaha, seperti pembatik, pengrajin ecoprint, pelaku UMKM makanan, penjual ayam potong, penjual konter pulsa, ibu kantin sekolah, serta ibu rumah tangga yang menjalankan usaha rumahan. Kehadiran mereka mencerminkan semangat dan kepedulian warga terhadap pentingnya inovasi serta kolaborasi dalam pengembangan usaha kecil dan menengah.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh beberapa tokoh masyarakat, di antaranya Bapak Sanmiarto Mislam selaku RT 03, Bapak Nazri selaku RT 01, serta dua perwakilan dari BUMDES. Mahasiswa menghadirkan narasumber utama Saddam, S.I.P., yang memberikan pemaparan tentang pentingnya digitalisasi UMKM dan strategi pemasaran berbasis potensi lokal. Seluruh rangkaian acara dikawal oleh 12 mahasiswa KKN sebagai panitia penyelenggara.
Salah satu inti dari kegiatan ini adalah sesi Forum Group Discussion (FGD) yang berlangsung interaktif. Para pelaku usaha diberi ruang untuk menyampaikan pengalaman, kendala, keunggulan produk, serta harapan terhadap perkembangan usaha mereka ke depan. Diskusi ini tidak hanya memperkuat jaringan antar pelaku usaha lokal, tetapi juga membuka ruang evaluasi bersama untuk langkah pengembangan ke depan.
Ibu Sari dari KUBE Al-Fazza memaparkan potensi produk ecoprint berbahan dasar alami dari tumbuhan lokal. Ia menekankan bahwa seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan secara menyeluruh. “Ecoprint ini ramah lingkungan, hemat biaya, dan bisa menyesuaikan warna, tapi memang prosesnya cukup memakan waktu,” ujarnya. Ia juga menyampaikan harapan agar KUBE lain bisa digerakkan dan mendapatkan dukungan kebijakan dari pihak desa.
Perwakilan dari BUMDES, Tomi, menyoroti perlunya kebijakan yang memperkuat sinergi antara BUMDES dan UMKM. Meski SK BUMDES baru keluar dua hingga tiga bulan lalu, fokus program saat ini adalah ketahanan pangan. Namun, ia mengakui bahwa data lengkap mengenai produk UMKM masih menjadi kendala dalam pemasaran. Harapannya, program dapat berjalan lebih maksimal di tahun ini dan berkembang lebih baik di tahun depan.
Ibu Indah, pelaku usaha makanan yang telah berjalan selama 10 tahun, membagikan kisah suksesnya dalam memproduksi dan memasarkan produknya yang sudah mampu menjual lebih dari 100 kg dengan metode sederhana melalui WhatsApp. Ia menyampaikan harapannya agar strategi pemasaran bisa ditingkatkan dan legalitas usahanya dapat segera diproses melalui NIB dan PIRT.
Ibu Santi yang bergerak di bidang pemotongan ayam menyoroti keunggulan ayam segar yang langsung dipotong saat dipesan. Meski demikian, fluktuasi harga ayam menjadi tantangan tersendiri. Ibu kantin sekolah juga membagikan pengalaman menjalankan usaha makanan dengan harga terjangkau di lingkungan sekolah, sedangkan pelaku usaha konter pulsa dan makanan rumahan menyoroti fleksibilitas transaksi via online serta kendala saat cuaca buruk atau kondisi ramai.
Andi Rinawati, pelaku UMKM batik, menjelaskan proses produksi yang dijalankan dan fleksibilitas desain yang bisa disesuaikan sesuai permintaan pelanggan. Menanggapi hal tersebut, narasumber pelatihan memberikan saran agar produk batik dan ecoprint dapat saling berkolaborasi, misalnya dalam bentuk tas rajut bermotif ecoprint atau pakaian bermotif kombinasi batik dan ecoprint. Kolaborasi ini dinilai mampu menciptakan produk unik yang bernilai jual tinggi dan memiliki daya tarik pasar yang lebih luas, termasuk pasar wisatawan mancanegara.
Dalam FGD juga dibahas bahwa lokasi Desa Sebong Pereh sangat strategis karena dekat dengan kawasan wisata Lagoi. Namun, tantangan utama masih terletak pada labeling, kemasan, dan standarisasi produk. Oleh karena itu, edukasi dan pendampingan terus diupayakan agar UMKM dapat masuk dalam ekosistem ekonomi kreatif yang berdaya saing.
Acara ditutup dengan sesi tanya jawab serta motivasi dari narasumber agar seluruh pelaku UMKM dapat mulai dari hal kecil dengan legalitas yang jelas, pemasaran berbasis digital, serta branding yang kuat.
Melalui pelatihan ini, mahasiswa KKN berharap dapat menjadi jembatan akselerasi antara pelaku usaha lokal dengan peluang pasar digital yang lebih luas. Kegiatan ini menjadi langkah awal penting dalam membangun ekonomi desa yang tangguh dan berkelanjutan, sejalan dengan semangat KKN sebagai agen pemberdayaan masyarakat.